Menantu Dewa Obat
Bab 333
Devi merasa kesal lalu berkata, “Sudahlah, ini menjengkelkan sekali dan kalian malah menertawakan aku!”
“Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiran kakekku itu.”
“Bagaimana mungkin karena munculnya seseorang jadi aku yang di suruh menjemputnya!”
“Sebenarnya siapa sih orang itu sampai aku yang harus menjemputnya?”
Tus
“Sudahlah, aku tidak bisa mengobrol lagi dengan kalian. Aku harus pergi menjemputnya dulu.”
Beberapa anak – anak dari keluarga kaya itu segera berkata, “Devi, kalau kau pergi, lalu bagaimana dengan
kami?”
“Semua teman – temanmu ada di sini tetapi kau malah pergi menjemput seseorang yang tidak kau kenal? Kau
tidak solider ini namanya.”
Dengan tak berdaya Devin berkata, “Aku juga tak punya pilihan lain, perintah dari kakekku tidak bisa kuabaikan,
kan?”
“Jika aku tidak menjemputnya nanti malah aku yang kena diocehi oleh kakekku!”
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtAileen memutar matanya dan sambil tersenyum dia berkata, “Devi, kau tidak perlu pergi menjemputnya.”
“Luis dan yang lainnya juga belum tiba!”.
“Aku akan meneleponnya dan meminta dia saja yang pergi ke sana untuk menjemputnya. Dengan begitu beres kan
masalahnya?”
Devi tampak sedikit bingung, “Apa.. apakah pantas seperti ini?”
Aileen tersenyum dan berkata, “Mengapa tidak pantas?”
“Yang penting orangnya tiba di sini, kan?”
“Lagipula kita juga bisa membiarkan Luis dan yang lainnya menginterogasi orang ini dulu.”
“Jika dia benar – benar tidak ada apa – apanya lebih baik kau tidak usah bertemu dengannya. Jangan sampai
nantinya kau tertarik kepadanya malah menyebabkan banyak masalah.”
“Apalagi, sebentar lagi tuan muda Regatta akan tiba. Memangnya kau tidak ingin bertemu dengan penerus
keluarga terpandang di provinsi Yama itu?”
“Dia adalah pemuda yang paling hebat di provinsi Yama. Devi, kita semua sangat mendukungmu.”
Menurutnya, sebagian besar pemuda – pemuda yang menjadi penerus para keluarga terpandang
itu adalah pesolck dan hanya sedikit dari mereka yang bisa membuatnya terkesan.
Dan orang yang bisa menjadi penerus dari kesepuluh keluarga terpandang di ibukota provinsi itu baru benar-benar
bisa dikatakan pemimpin. Pria seperti itu baru layak untuk dilihat olehnya!
Setelah berpikir sebentar lalu Devi mengangguk perlahan: “Oke, kalau begitu kau teleponlah Luis!”
Aillen segera tersenyum, “Ini baru benar!”
“Tenanglah, aku akan menyuruh Luis menginterogasinya dengan detil sekalian juga melihatnya apakah dia cukup
tampan.”
“Jika dia tidak tampan dan tidak punya uang, lebh baik suruh dia minggir saja agar tidak mengotori pandangan
mata kita!”
“Hahaha....”
Reva telah menunggu setengah jam lebih dan akhirnya dia melihat sebuah mobil yang menderu ke arahnya.
Lalu tampak seorang pria muda yang angkuh turun dari mobil. Dia melihat ke sekeliling dan akhirnya tatapannya
jatuh kepada Reva.
“Hei, apakah kau Reva?” tanya si pemuda itu.
Reva bertanya – tanya, “Ya, kau siapa?”
Pemuda itu tidak menjawab tetapi hanya melihat Reva dari atas sampai bawah. Dia melihat Reva yang
mengenakan barang – barang dari kios kakslima dan tatapan penghinaan samar – samar terlihat di sudut
matanya.
“Namaku Luis. Nona Devi meminta aku untuk datang menjemputmu.”
Dengan agak terkejut dan tersadar Reva berkata, “Ooh, terima kasih. Maaf merepotkan!”
Luis mendelikkan matanya, “Merepotkan apa?”
“Aku akan pergi menjemput pacarku sebentar lagi. Pacarku tidak suka ada bau lain di dalam mobil. Jadi kau tidak
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmbisa ikut naik ke dalam mobilku!”
“Ini seratus dolar untukmu, kau naik taksi sendiri saja!”
Setelah selesai berbicara, dia langsung mengeluarkan uang 100 dolar dan melemparkannya ke jalan di depan Reva
lalu berbalik dan pergi.
Reva mengernyitkan keningnya. Sikap macam apa yang ditunjukkan orang ini!
Uang itu di buang ke lantai, memangnya dia mengemis darinya?
“Tunggu sebentar!”
Reva menghentikan Luis dna berkata, “Meskipun kau tidak dapat membawa aku ke sana, aku tetap ingin berterima
kasih atas informasimu.”
“Aku tidak membutuhkan uang ini. Aku punya uang sendiri.” Setelah selesai berbicara, Reva berbalik dan pergi.
Luis menatapnya dengan bingung dan langsung memaki, “Orang macam apa dia itu, bisa – bisanya di kasih uang
juga tidak mau?”
“Tidak mau yah sudah, aku malah lebih irit!”
“Nanti kalau di tanya oleh kak Devi, itu juga bukan urusanku.”
Previous Chapter
Next Chapter