Bab 842
Mata Devi yang indah melebar. Sang direktur departemen yang tidak tahu malu itu benar benar berada di
luar pemahamannya.
Namun si wanita dan kedua putranya tidak bodoh.
Wanita itu langsung menamparnya dengan kasar, “Kau sembuhkan kaki nenekmu!”
“Kalau kau benar benar hebat, suami aku juga tidak perlu terbaring di sini selama setengah bulan lebih.”
“Kau ini hanya dokter abal abal, dasar bajingan! Kau benar benar tidak tahu malu!”
“Biar aku beritahu yah, aku pasti akan mencari dekan. Aku ingin dia memberikan penjelasan kepadaku!”
Air muka sang direktur departemen langsung berubah: “Kau… kau berani memukul aku?”
Wanita itu langsung menamparnya lagi, “Kenapa aku tidak berani?”
Kedua putra wanita itu juga mengepungnya.
Sang direktur departemen itu memerah wajahnya, “Kalau kau berani menyentuhku lagi, aku… aku akan
memanggil satpam!”
Wanita itu mencibir: “Oke, silahkan kau panggil satpamnya!”
“Aku juga akan menelepon polisi. Kau adalah dokter abal abal yang hampir membunuh suami aku. Kita akan
bertemu di pengadilan!”
Air muka sang direktur departemen itu langsung berubah. Kalau sampai masalah ini benar–benar dibawa hingga ke
Follow on NovᴇlEnglish.nᴇtpengadilan maka tak ada seorang pun yang mendapatkan keuntungan.
Tentu saja, untuk wanita ini sama sekali tidak masalah.
Namun yang jadi masalah adalah, sebagai seorang dokter kalau dia digugat seperti ini maka masalahnya akan
menjadi serius dan rumah sakit juga akan dipermalukan serta posisinya juga pasti akan berakhir.
“Kakak, kalau ada masalah mari kita selesaikan secara baik baik. Untuk apa kau begitu emosi…”
Sambil berbicara sang direktur departemen mengulas senyum di wajahnya.
Wanita itu sama sekali tidak mempedulikannya. Dia malah berkata dengan hormat kepada Reva: “Tuan Reva,
terima kasih karena telah menyelamatkan suamiku.”
“Aku…. aku benar
benar sudah buta dan memperlakukanmu dengan tidak sopan barusan, kau… kau jangan masukkan ke dalam hati
yah.”
Kedua putranya juga meminta maaf dengan tulus.
Reva mengibaskan tangannya: “Tidak apa apa.”
“Kondisi pasien sudah hampir sembuh. Nanti aku akan menuliskan resepnya dan kau bisa memberi tiga dosis
obat kepadanya setelah itu dia akan baik–baik saja.”
“Ngomong–ngomong, direktur Mike, tolong kau keluar dulu. Ada sesuatu hal yang perlu aku konsultasikan kepada
pasien!”
Sang direktur departemen tampak bingung. Ada apaini? Ini adalah wilayahku, departemenku tetapi kau malah
meminta aku keluar?
Tetapi mau tak mau dia juga tetap keluar dan tidak berani macam
–
macam.
Wanita yang berdiri di samping tempat tidur itu berkata, “Tuan Reva, apa yang ingin kau tanyakan kepada
suamiku?”
“Dia sudah koma selama beberapa hari. Bagaimana, kalau kau tanyakan kepadaku saja?”
Reva tersenyum sambil menggelengkan kepalanya lalu dia mengeluarkan tiga jarum perak dan menusukkannya ke
dahi dan ke bahu pasien.
Di bawah tatapan semua orang, si pasien bangun dengan perlahan–lahan.
Pada saat ini, mata si wanita dan kedua putranya membelalak dengan lebar. Ekspresi terkejut dan takjub tampak
jelas di wajah mereka.
Keahlian medis Reva ini sangat luar biasa.
Reva menatap si pasien dan bertanya, “Apa kau masih ingat, sebelum kau jatuh sakit, apa kau pernah pergi ke
suatu tempat yang berair?”
“Maksud aku air di daerah terbuka seperti danau, sungai dan sejenisnya.”
Si pasien tampak bingung dan belum bisa beradaptasi dengan situasi saat ini.
Setelah beberapa saat, akhirnya dia menghela nafas dan berkata, “Aku… aku suka pergi memancing. Sebelum
Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏmjatuh sakit aku pergi ke gunung Cotton bersama dengan teman temanku. Disana ada kolam Unicorn dan aku biasa
memancing di sana.”
–
Reva mencatat lokasinya dan berkata dengan suara yang berat: “Apa masih ada tempat yang lainnya?”
Si pasien menggelengkan kepalanya: “Beberapa waktu itu aku agak sibuk jadi aku hanya pergi memancing di
tempat itu.”
“Sedangkan tempat lainnya tidak ada yang berhubungan dengan air.”
Reva menanyakan lebih banyak hal secara detil dan membuat praduga di dalam hatinya.
Setelah itu dia menuliskan resep obat dan memberikannya kepada si wanita.
Si wanita dan kedua putranya sangat berterima kasih kepada Reva.
Sementara itu sang direktur departemen berdiri sendirian di depan pintu bangsal dan tak ada seorang pun yang
mempedulikannya.
Saat wanita itu kembali ke bangsalnya, dia memakinya lagi dan sang direktur departemen sama sekali tidak berani
mengatakan apapun.
Setelah keluar dari rumah sakit, Devi berkata dengan heran. “Reva, kalau sesuai dengan apa yang dia katakan, dia
pergi kesana dengan beberapa teman–temannya.”
“Namun yang jatuh sakit hanya dia sedangkan teman–temannya yang lain baik–baik s